Perbedaan MUI dan BPJPH dalam Sertifikasi Halal di Indonesia

Table of Contents

Sertifikasi halal di Indonesia menjadi aspek penting dalam industri pangan, obat-obatan, kosmetik, hingga produk konsumsi sehari-hari. Kehadiran dua lembaga utama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), seringkali menimbulkan pertanyaan mengenai peran masing-masing. Meski keduanya memiliki fungsi berbeda, keduanya saling melengkapi dalam memastikan produk halal memiliki keabsahan syariah sekaligus kekuatan hukum.

1. Latar Belakang

Majelis Ulama Indonesia (MUI)
MUI berdiri pada 26 Juli 1975 sebagai wadah ulama, cendekiawan, dan tokoh Islam. Dalam bidang halal, MUI membentuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI) pada tahun 1989. Lembaga ini fokus melakukan audit halal pada produk makanan, minuman, kosmetik, hingga obat-obatan.

Sebelum adanya UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), MUI berperan sebagai otoritas tunggal sertifikasi halal. Mereka menjalankan dua fungsi sekaligus: menetapkan fatwa halal dan menerbitkan sertifikat halal yang diakui oleh masyarakat luas maupun internasional.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)
BPJPH adalah lembaga negara di bawah Kementerian Agama yang resmi berdiri berdasarkan amanat UU JPH 2014. Kehadirannya menandai pergeseran penting dalam sistem sertifikasi halal, di mana sejak 17 Oktober 2019, BPJPH menjadi otoritas tunggal penerbit sertifikat halal di Indonesia.

Tujuan BPJPH adalah menciptakan sistem jaminan halal yang terstandardisasi, transparan, dan memiliki dasar hukum, sehingga produk Indonesia tidak hanya diterima oleh konsumen Muslim dalam negeri, tetapi juga memiliki daya saing di pasar global.

2. Peran dan Fungsi

Peran MUI

  • Menetapkan fatwa halal melalui Komisi Fatwa.

  • Melakukan audit halal secara teknis melalui LPPOM MUI yang memiliki auditor dengan keahlian di bidang syariah, biologi, kimia pangan, hingga farmasi.

  • Menyusun standar halal nasional yang mencakup bahan baku, proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga sanitasi.

  • Menjadi rujukan utama masyarakat dalam hal kehalalan produk, bahkan sebelum keterlibatan pemerintah.

Peran BPJPH

  • Bertanggung jawab penuh atas penerbitan sertifikat halal secara resmi.

  • Mengakreditasi dan menunjuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melaksanakan audit, termasuk LPPOM MUI.

  • Mengatur prosedur administratif mulai dari pendaftaran, pemeriksaan, hingga pengawasan pasca-sertifikasi.

  • Menjalin kerja sama dengan MUI dalam pengambilan keputusan fatwa sebagai dasar hukum sertifikat.

  • Menyediakan sistem digitalisasi sertifikasi melalui platform Sihalal yang mempermudah pendaftaran oleh pelaku usaha.

3. Proses Sertifikasi Halal

Proses sertifikasi halal setelah kehadiran BPJPH dilakukan secara terintegrasi dengan pembagian kewenangan yang jelas.

  1. Pendaftaran ke BPJPH
    Pelaku usaha mendaftar melalui sistem online BPJPH, mengunggah dokumen pendukung seperti daftar bahan baku, proses produksi, dan dokumen legalitas perusahaan.

  2. Audit Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)
    BPJPH menugaskan LPH untuk melakukan pemeriksaan di lapangan. LPH memverifikasi bahan baku, proses produksi, fasilitas penyimpanan, distribusi, serta implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).

  3. Fatwa Halal MUI
    Laporan hasil audit dari LPH diajukan ke Komisi Fatwa MUI. Jika semua aspek memenuhi syariat Islam, MUI menetapkan fatwa halal.

  4. Penerbitan Sertifikat oleh BPJPH
    Berdasarkan fatwa halal MUI, BPJPH menerbitkan sertifikat halal resmi. Sertifikat ini berlaku secara hukum dan diakui di tingkat nasional.

  5. Pengawasan Pasca-Sertifikasi
    BPJPH mengawasi keberlanjutan penerapan SJPH oleh pelaku usaha. Jika ditemukan pelanggaran, sertifikat dapat dicabut.

4. Perbedaan Utama

Aspek MUI BPJPH
Status Organisasi non-pemerintah (ormas keagamaan) Lembaga pemerintah di bawah Kementerian Agama
Otoritas Menetapkan fatwa halal berdasarkan syariah Menerbitkan sertifikat halal resmi dengan dasar hukum
Fungsi Utama Menentukan standar halal, audit teknis, dan fatwa Mengatur administrasi, regulasi, dan pengawasan nasional
Proses Audit kehalalan melalui LPPOM MUI dan fatwa halal Koordinasi proses, penerbitan sertifikat, serta akreditasi LPH
Kewenangan Hukum Fatwa diakui umat, namun tidak sah secara hukum formal Penerbitan sertifikat halal diakui secara hukum (UU 33/2014)
Operasional LPPOM MUI sebagai LPH di bawah akreditasi BPJPH Mengakreditasi berbagai LPH termasuk LPPOM MUI
Cakupan Aspek keagamaan dan teknis kehalalan produk Regulasi, administrasi, dan sistem jaminan halal nasional

5. Hubungan dan Mekanisme Kerja Sama

Hubungan antara MUI dan BPJPH bersifat komplementer. BPJPH tidak dapat menerbitkan sertifikat halal tanpa fatwa dari MUI, sementara MUI tidak lagi berwenang menerbitkan sertifikat halal tanpa melalui BPJPH.

Dalam praktiknya:

  • MUI berperan sebagai otoritas syariah yang memastikan produk sesuai ketentuan Islam.

  • BPJPH bertugas memastikan prosedur administratif, legalitas, dan keberlakuan hukum sertifikat.

  • LPPOM MUI tetap menjadi salah satu LPH utama, namun BPJPH dapat menunjuk lembaga lain yang memenuhi standar untuk memperluas jangkauan layanan sertifikasi.

6. Implikasi Praktis

Bagi Pelaku Usaha

  • Harus mendaftar melalui BPJPH sebagai pintu resmi sertifikasi halal.

  • Tetap menjalani audit halal oleh LPH, salah satunya LPPOM MUI.

  • Wajib mematuhi SJPH sebagai syarat perpanjangan atau pengawasan sertifikat.

Bagi Konsumen

  • Mendapatkan kepastian ganda: sertifikat halal memiliki dasar hukum sekaligus legitimasi keagamaan.

  • Kepercayaan konsumen terhadap produk meningkat, baik di pasar domestik maupun internasional.

7. Tantangan dan Perkembangan

Tantangan

  • Masih ada kendala koordinasi teknis antara BPJPH dan MUI, terutama terkait waktu proses sertifikasi.

  • BPJPH menghadapi keterbatasan jumlah LPH yang terakreditasi, sementara kebutuhan sertifikasi terus meningkat.

  • Banyak UMKM yang belum memahami mekanisme sertifikasi halal terbaru.

Perkembangan

  • Program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) bagi UMKM untuk mempercepat kepatuhan regulasi.

  • Digitalisasi layanan melalui Sihalal untuk pendaftaran, verifikasi, dan pelacakan status sertifikasi.

  • Pembaruan standar halal oleh MUI agar selaras dengan inovasi teknologi pangan, farmasi, dan kosmetik.

Posting Komentar