Sertifikat Halal Wajib untuk Rumah Potong Hewan (RPH) di Indonesia: Dasar Hukum, Prosedur, dan Sanksi
Di Indonesia, daging merupakan salah satu bahan pangan utama yang dikonsumsi masyarakat setiap hari. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, kepastian halal pada produk daging menjadi hal yang sangat penting. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) Nomor 33 Tahun 2014, rumah potong hewan (RPH) diwajibkan memiliki sertifikat halal.
Aturan ini diperkuat melalui UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, yang menegaskan bahwa seluruh produk yang beredar di pasar Indonesia harus jelas status halalnya. Untuk itu, RPH tidak hanya dituntut memenuhi standar kebersihan dan kesehatan, tetapi juga memastikan proses penyembelihan sesuai syariat Islam.
Dasar Hukum Sertifikasi Halal untuk RPH
Beberapa regulasi yang menjadi payung hukum kewajiban sertifikasi halal RPH antara lain:
-
UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH)
-
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
-
PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal
-
PMA Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Halal
Berdasarkan aturan tersebut:
-
Produk daging, jeroan, dan olahan wajib memiliki sertifikat halal jika diperdagangkan.
-
Kewajiban berlaku bertahap sejak 17 Oktober 2019, dengan masa transisi hingga 17 Oktober 2024 untuk produk tertentu, termasuk daging.
-
Produk haram, seperti babi, tidak memerlukan sertifikat halal.
Tujuan Kewajiban Sertifikasi Halal RPH
Penerapan sertifikasi halal pada RPH memiliki fungsi strategis, yaitu:
-
Kepastian syariah – menjamin proses penyembelihan sesuai kaidah Islam.
-
Perlindungan konsumen – memberi rasa aman bagi umat Muslim dalam mengonsumsi daging.
-
Kepatuhan hukum – memastikan pelaku usaha taat pada regulasi nasional.
-
Peningkatan daya saing – memudahkan akses pasar domestik maupun internasional, terutama di negara mayoritas Muslim.
Prosedur Sertifikasi Halal untuk RPH
Sertifikasi halal dikelola oleh BPJPH yang bekerja sama dengan LPH untuk audit dan MUI untuk fatwa kehalalan. Prosesnya meliputi:
1. Pendaftaran
-
Dilakukan melalui sistem online SIHALAL.
-
Dokumen yang wajib disiapkan: identitas pelaku usaha, data RPH (lokasi, kapasitas, produk), SOP penyembelihan, daftar penyembelih, serta sertifikat kompetensi penyembelih halal.
2. Audit LPH
-
LPH menilai proses penyembelihan apakah sesuai syariat Islam.
-
Audit mencakup kebersihan fasilitas, pemisahan produk halal dan non-halal, serta sistem traceability.
-
Pemeriksaan dilakukan melalui observasi lapangan dan wawancara.
3. Fatwa Halal MUI
-
Hasil audit diserahkan ke Komisi Fatwa MUI.
-
Jika memenuhi syarat, MUI menetapkan fatwa halal untuk RPH.
4. Penerbitan Sertifikat Halal
-
BPJPH menerbitkan sertifikat halal berdasarkan fatwa MUI.
-
Masa berlaku sertifikat: 4 tahun dan wajib diperpanjang sebelum berakhir.
5. Pengawasan
-
RPH wajib menjaga konsistensi proses halal.
-
BPJPH berhak melakukan inspeksi mendadak jika diperlukan.
Durasi proses: sekitar 40–60 hari kerja.
Biaya: bervariasi; untuk UMKM tersedia program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI).
Sanksi Jika RPH Tidak Bersertifikat Halal
RPH yang mengabaikan kewajiban sertifikasi halal dapat dikenai sanksi:
-
Peringatan tertulis.
-
Denda administratif.
-
Penarikan produk dari peredaran.
-
Pencabutan izin usaha pada pelanggaran berat.
-
Sanksi pidana jika terbukti memalsukan status halal.
Persyaratan Teknis dan Praktis bagi RPH
Untuk mendapatkan sertifikasi halal, RPH wajib memenuhi sejumlah ketentuan teknis, di antaranya:
-
Penyembelih harus Muslim, kompeten, dan memiliki sertifikat penyembelih halal.
-
Fasilitas wajib higienis dan memiliki pemisahan jelas antara produk halal dan non-halal.
-
Hewan yang dipotong harus halal jenisnya dan sehat.
-
Dokumentasi dan traceability harus terkelola dengan baik untuk memastikan asal-usul hewan.
-
Label halal wajib dicantumkan pada produk setelah sertifikat diterbitkan.
Tantangan di Lapangan
Beberapa kendala yang dihadapi RPH dalam proses sertifikasi halal antara lain:
-
Biaya sertifikasi yang dianggap memberatkan, terutama bagi RPH kecil.
-
Kurangnya tenaga penyembelih halal bersertifikat di sejumlah daerah.
-
Minimnya pemahaman prosedur sertifikasi.
Solusi yang Disediakan Pemerintah
Untuk mengatasi kendala tersebut, pemerintah menyediakan beberapa solusi:
-
Program SEHATI untuk UMKM agar bisa mendapatkan sertifikasi halal secara gratis.
-
Pelatihan penyembelih halal melalui BPJPH atau MUI.
-
Konsultasi dan bimbingan teknis dengan LPH maupun BPJPH bagi pelaku usaha.
Informasi Tambahan untuk Pelaku Usaha
-
Sertifikat halal dari BPJPH sering menjadi syarat ekspor ke negara-negara Muslim.
-
Konsumen dapat memverifikasi keaslian sertifikat halal melalui aplikasi Halal Indonesia atau situs SIHALAL.
-
Pelaku usaha yang berencana membuka RPH baru dianjurkan berkonsultasi langsung dengan BPJPH atau LPH setempat untuk memastikan kesiapan fasilitas sejak awal.
Kontak resmi:
-
BPJPH: www.halal.go.id | (021) 22566468 | [email protected]
-
LPPOM MUI: www.halalmui.org
Posting Komentar