Hati-Hati! Ini Sanksi bagi Pelaku Usaha yang Tidak Memiliki Sertifikat Halal
Indonesia memperkuat regulasi produk halal lewat UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan peraturan pelaksana seperti PP 39 Tahun 2021 dan PP 42 Tahun 2024. Sejak 17 Oktober 2024, produk makanan, minuman, bahan tambahan pangan, dan jasa penyembelihan wajib bersertifikasi halal. Jika pelaku usaha gagal mematuhi, sanksi hukum dan administratif akan diberlakukan. Berikut detailnya, plus data terkini dan tips agar tidak kena sanksi.
Dasar Hukum & Siapa yang Wajib
-
UU dan Peraturan Turunan
-
UU JPH No. 33/2014: landasan utama kewajiban sertifikasi halal.
-
PP 39/2021 dan PP 42/2024: menyempurnakan mekanisme pelaksanaan kewajiban dan sanksinya.
-
-
Kewajiban Produk
Kewajiban berlaku untuk produk dan jasa berikut:-
Makanan dan minuman
-
Bahan tambahan dan bahan penolong pangan
-
Jasa penyembelihan
Produk yang “jelas mengandung bahan haram” tidak wajib bersertifikasi halal, tapi wajib mencantumkan label “non-halal” dengan jelas.
-
-
Kapan Mulai Berlaku & Fase-Pase-nya
Tahap pertama dimulai 17 Oktober 2024, khusus untuk produk pangan dan terkait langsung dengan makanan/minuman & jasa penyembelihan. Waktu dan fase pelaksanaan selanjutnya diatur melalui regulasi pelaksana.
Data Terkini: Gambaran Sertifikasi Halal di Indonesia
-
Produk bersertifikasi halal sudah mencapai lebih dari 9.052.806 produk di tanah air.
-
Pelaku usaha yang sudah memiliki sertifikasi halal tercatat 1.547.271 usaha yang terbagi menjadi:
-
Usaha besar: 4.733
-
Usaha menengah: 1.234
-
Usaha kecil: 44.625
-
Usaha mikro: 1.496.679
-
-
Jumlah produk yang sudah disertifikasi dari pelaku usaha tersebut: 5.575.021 produk
-
Target Pemerintah: Sertifikasikan 14 juta pelaku usaha sampai tahun 2029.
-
Fasilitas Gratis untuk UMK: Kuota 1 juta sertifikat halal gratis (program SEHATI 2025) untuk UMK, lewat skema “self declare” dan didampingi agar prosesnya lebih mudah.
Jenis Sanksi Jika Tidak Memiliki Sertifikat Halal
Sanksi Administratif
-
Peringatan Tertulis
Pemerintah (BPJPH) memberi tenggang waktu melalui surat peringatan agar pelaku usaha segera mengurus sertifikasi. -
Denda Administratif
Bila peringatan dilanggar, denda bisa diberlakukan, hingga Rp 2 miliar tergantung tingkat pelanggaran. -
Penarikan Produk dari Peredaran
Produk yang belum halal dan tetap diedarkan harus ditarik. Ini bisa menyebabkan kerugian logistik dan reputasi usaha. -
Pencabutan Izin Usaha atau Sertifikat
Untuk usaha yang sudah bersertifikat tapi tidak menjaga kehalalan, atau usaha yang terus tidak mematuhi setelah beberapa tahap peringatan, izin usaha bisa dicabut.
Sanksi Pidana
-
Penjara
Maksimal hukuman 5 tahun apabila terbukti melakukan pemalsuan label halal atau menipu konsumen tentang kehalalan produk. -
Denda Pidana
Bisa mencapai Rp 2 miliar tergantung sejauh mana pelanggaran (misalnya pemalsuan label, misleading informasi) berdasarkan UU JPH (Pasal terkait sanksi pidana).
Dampak Bisnis Bila Tidak Bersertifikat Halal
-
Reputasi & Kepercayaan Konsumen
Di masyarakat Muslim mayoritas, produk tanpa label halal yang valid bisa dipandang meragukan. Sekali reputasi tercoreng, sulit pulih. -
Kerugian Finansial yang Signifikan
Biaya denda, penarikan produk, mungkin penghancuran produk, biaya overhead administratif tambahan, dan potensi kehilangan pasar merupakan beban nyata. -
Hambatan Operasional & Legalitas
Produk mungkin ditolak di pasar lokal atau ekspor jika tidak memenuhi standar halal. Bisa juga berdampak pada izin distribusi dan izin usaha.
Upaya Pemerintah & Kesempatan untuk UMK
-
Program SEHATI (Sertifikasi Halal Gratis) 2025: menyediakan kuota sertifikat gratis untuk UMK melalui skema self-declare dan pendampingan.
-
SDM Pendukung Diperbanyak: Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H), auditor halal, penyelia halal, serta tenaga juru sembelih halal (juleha) terus ditingkatkan kapasitas dan jaringannya.
-
Digitalisasi melalui sistem pendaftaran SiHALAL diperbarui agar proses lebih cepat dan transparan.
Catatan Kecil
-
Meskipun sudah banyak produk bersertifikat halal, masih ada juta-an pelaku usaha mikro dan kecil yang belum terdigitalisasi atau belum punya akses mudah ke proses sertifikasi. Akses geografis, biaya, pengetahuan prosedur masih jadi hambatan.
-
Data bisa berubah cepat — sertifikasi sedang dikejar, kuota program gratis bisa cepat habis, regulasi tambahan bisa muncul. Pelaku usaha harus selalu update ke BPJPH atau Kementerian Agama dan cek sistem SiHALAL.
Dengan memahami dasar hukum, tipe sanksi, data lapangan, dan peluang-peluang fasilitasi, pelaku usaha dapat mengambil langkah proaktif agar tidak terkena risiko hukum dan tetap kompetitif.
Posting Komentar