Fakta-Fakta Terbaru Kasus Air Minum AQUA
AQUA selama puluhan tahun dikenal sebagai pelopor air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia. Berdiri sejak 1973, merek ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat dan bahkan dianggap sebagai sinonim dari “air mineral”. Namun, pada akhir Oktober 2025, citra tersebut terguncang oleh berbagai isu — mulai dari dugaan sumber air dari sumur bor hingga tudingan pelanggaran etika bisnis dan lingkungan.
Artikel ini menelusuri secara mendalam fakta-fakta terkini di balik kasus yang melibatkan AQUA, dengan menyoroti bukti, klarifikasi resmi, serta dampak sosial dan regulatifnya.
Mengapa AQUA Jadi Sorotan Nasional
Sebagai anak perusahaan Danone Indonesia, AQUA memiliki posisi dominan di industri AMDK dengan lebih dari 19 pabrik di seluruh Indonesia. Produknya menguasai lebih dari 60% pangsa pasar, jauh meninggalkan kompetitor seperti Le Minerale dan Cleo.
Namun, posisi sebagai market leader membuat setiap isu sekecil apa pun mudah menjadi besar. Publik kini mempertanyakan keaslian klaim “air pegunungan murni” setelah hasil sidak Dedi Mulyadi ke pabrik AQUA Subang, Jawa Barat, viral di media sosial.
Video yang menampilkan dugaan penggunaan sumur bor bertekanan tinggi itu memicu keresahan masyarakat dan perdebatan tentang kebenaran label produk AQUA yang selama ini menyebut “air dari mata air pegunungan yang terlindungi secara alami”.
Fakta-Fakta Terbaru Kasus Air Minum AQUA
1. Sidak dan Temuan di Pabrik Subang
Pada pertengahan Oktober 2025, Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak ke pabrik AQUA di Subang. Dalam video yang diunggah ke kanal YouTube-nya, ia menunjukkan instalasi pipa bertekanan tinggi yang disebutnya sebagai sumur bor dalam.
Menurut Dedi, instalasi tersebut tidak menunjukkan adanya aliran alami dari mata air sebagaimana klaim perusahaan. Ia juga menyoroti kondisi warga sekitar yang mengeluh kekurangan air bersih untuk keperluan rumah tangga dan pertanian.
Reaksi publik pun cepat. Tagar #AQUABorAirTanah menjadi trending di X (Twitter) dan Instagram. Banyak warganet menilai AQUA telah menyesatkan konsumen dengan citra “air murni dari pegunungan”.
2. Klarifikasi dan Pembelaan dari Danone-AQUA
Menanggapi polemik tersebut, Danone-AQUA mengeluarkan pernyataan resmi. Mereka menegaskan bahwa semua air AQUA berasal dari 19 sumber mata air pegunungan di Indonesia, termasuk di Subang.
Perusahaan menyebut, setiap lokasi sumber air telah melalui kajian hidrogeologi oleh UGM dan Unpad, serta memperoleh izin pemanfaatan dari pemerintah daerah dan Kementerian Lingkungan Hidup.
AQUA juga menjelaskan bahwa proses pengambilan air dilakukan dari lapisan batuan vulkanik di area konservasi, bukan dari air tanah dangkal. Pihak perusahaan menilai tudingan penggunaan sumur bor adalah kesalahpahaman teknis, karena pipa yang terlihat merupakan bagian dari sistem distribusi air dari sumber ke pabrik, bukan pengeboran air tanah.
Catatan: Hingga akhir Oktober 2025, belum ada hasil investigasi independen yang memverifikasi kebenaran teknis klaim ini. Pemerintah masih melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan sumber air sebenarnya.
3. Tindak Lanjut Pemerintah dan Lembaga Pengawas
Setelah video sidak viral, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan akan memanggil manajemen PT Tirta Investama untuk memberikan klarifikasi resmi.
BPKN bekerja sama dengan BPOM dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) guna memeriksa izin edar, label kemasan, dan keaslian sumber air yang tercantum di produk.
Jika ditemukan pelanggaran terhadap Pasal 9 dan 10 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, AQUA dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana karena dugaan iklan menyesatkan.
Selain itu, Kementerian ESDM juga diminta turun tangan untuk memastikan apakah metode pengambilan air tersebut sesuai dengan izin pemanfaatan air tanah industri.
4. Dampak Sosial dan Reaksi Publik
Kasus ini menjadi ujian besar bagi reputasi merek yang selama ini dianggap paling terpercaya.
Sebagian masyarakat di Subang dan Klaten melaporkan penurunan debit air sumur rumah tangga, yang mereka kaitkan dengan aktivitas pabrik air minum besar di sekitar wilayah tersebut.
Keresahan publik meluas, terutama karena harga air isi ulang kini naik, sementara air bersih semakin sulit diakses di beberapa daerah.
Warganet mendesak agar AQUA membuka data sumber air secara transparan dan menghadirkan audit publik independen untuk membuktikan keaslian mata air yang digunakan.
5. Isu Lingkungan dan Tanggung Jawab Sosial
Selain persoalan sumber air, AQUA juga menghadapi tekanan terkait dampak lingkungan dari limbah plastik.
Organisasi lingkungan Sungai Watch menyebut Danone sebagai salah satu produsen sampah plastik terbanyak di Indonesia selama tiga tahun berturut-turut (2021–2023).
Menanggapi hal ini, AQUA berkomitmen menjalankan program #BijakBerplastik, di mana semua botol air kini 100% dapat didaur ulang dan sebagian telah menggunakan material daur ulang (rPET).
Perusahaan juga mengoperasikan lebih dari 10 pusat daur ulang (Recycling Business Unit) di berbagai provinsi untuk mengurangi polusi plastik di sungai dan pantai.
Catatan kecil: Meski upaya ini diapresiasi, para pemerhati lingkungan menilai langkah tersebut belum cukup signifikan mengingat volume produksi AQUA mencapai jutaan botol per hari.
6. Kasus-Kasus Lama yang Kembali Disorot
Polemik 2025 ini menghidupkan kembali berbagai kasus lama yang pernah menimpa AQUA:
- Kasus monopoli (2017): PT Tirta Investama dilaporkan ke KPPU oleh PT Tirta Fresindo Jaya (Le Minerale) karena diduga melarang penjualan produk pesaing di jaringan distribusinya. Meskipun AQUA lolos dari sanksi berat, kasus itu menimbulkan citra negatif terkait praktik bisnis.
- Hoaks boikot MUI (2021): Klaim bahwa MUI menyerukan boikot terhadap AQUA karena isu pro-Israel terbukti palsu. Kemenkominfo dan MUI membantah tegas kabar tersebut.
- Pemalsuan galon isi ulang: AQUA beberapa kali menjadi korban pemalsuan oleh pelaku usaha ilegal yang mengisi ulang galon bekas tanpa standar kebersihan, membahayakan kesehatan konsumen.
Isu-isu tersebut menunjukkan betapa rentannya merek besar terhadap distorsi informasi dan praktik curang di lapangan.
7. Langkah Korektif dan Strategi Pemulihan Reputasi
AQUA kini tengah berupaya memulihkan kepercayaan publik.
Beberapa langkah konkret yang telah diumumkan antara lain:
- Audit sumber air oleh lembaga independen yang akan diumumkan hasilnya ke publik.
- Pembaruan label kemasan dengan mencantumkan lokasi sumber air secara spesifik dan kode pabrik produksi.
- Edukasi konsumen digital, melalui situs resmi dan media sosial, agar masyarakat bisa menelusuri asal-usul air yang mereka konsumsi.
- Investasi konservasi air, termasuk penanaman pohon di daerah tangkapan air (catchment area) dan pembangunan sumur resapan untuk masyarakat sekitar pabrik.
Manajemen Danone-AQUA menegaskan bahwa mereka tetap memegang komitmen terhadap konservasi sumber daya air, keberlanjutan lingkungan, serta kesejahteraan masyarakat di sekitar area operasional.
Tantangan dan Arah Baru Industri AMDK
Kasus ini menjadi refleksi penting bagi seluruh pelaku industri air minum kemasan. Publik kini tidak hanya menilai kualitas produk, tetapi juga etika bisnis, tanggung jawab sosial, dan transparansi sumber daya alam yang digunakan.
Dalam era keterbukaan informasi seperti saat ini, konsumen semakin kritis terhadap klaim “alami”, “murni”, dan “ramah lingkungan”.
AQUA, sebagai pionir industri AMDK di Indonesia, menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan kepercayaan yang telah dibangun selama lebih dari lima dekade — di tengah sorotan tajam masyarakat dan regulasi yang makin ketat.
Catatan Akhir: BPKN, BPOM, dan Kemenperin masih melakukan proses klarifikasi dan investigasi terkait kasus ini. Hasil resminya akan menjadi penentu apakah AQUA benar melanggar prinsip perlindungan konsumen, atau hanya menjadi korban salah tafsir publik atas proses teknis pengolahan air.

Posting Komentar